Kutipan bijak dari filsuf Stoik Romawi, Lucius Annaeus Seneca, kembali mendapat sorotan dalam dunia filsafat modern dan pengembangan diri. Ia berkata, “Bukan karena segalanya sulit kita tidak berani, tetapi karena kita tidak berani maka segalanya terasa sulit.” Pernyataan ini, meskipun lahir berabad-abad yang lalu, tetap relevan dan sangat mengena dalam kehidupan masa kini.
Seneca mengajak kita untuk melihat ke dalam diri sebelum menyalahkan keadaan luar. Banyak dari kita menunda langkah pertama karena merasa sesuatu terlalu sulit, terlalu rumit, atau terlalu besar untuk ditangani. Padahal, dalam banyak kasus, kesulitan itu hanya terasa berat karena kita belum mencoba. Ketakutan kita memperbesar bayangan tantangan, hingga akhirnya kita membeku, tidak bergerak, dan akhirnya menyerah sebelum bertindak.
Di era modern, tantangan hadir dalam berbagai bentuk, seperti tekanan pekerjaan, perubahan teknologi, ketidakpastian masa depan, hingga tuntutan sosial yang terus berkembang. Namun, prinsip yang diajarkan Seneca tetap berlaku, keberanian adalah kunci. Bukan keberanian besar yang harus kita miliki sejak awal, tetapi keberanian untuk memulai – untuk mencoba, gagal, belajar, dan mencoba lagi.
Dalam konteks pengembangan diri, kutipan ini mengingatkan kita bahwa kemajuan pribadi tidak selalu ditentukan oleh bakat atau keberuntungan, tetapi oleh keberanian untuk mengambil langkah, meski kecil. Ketika kita berani menghadapi hal-hal yang membuat kita takut atau ragu, sering kali kita menyadari bahwa tantangan itu tidak sebesar yang kita bayangkan.
Seneca mengajarkan bahwa pikiran kita memiliki kekuatan luar biasa, ia bisa membuat kita terjebak dalam rasa takut, atau membebaskan kita melalui keberanian. Maka dari itu, daripada menunggu sampai segalanya terasa mudah, lebih baik kita melatih diri untuk berani meski terasa sulit.
Karena pada akhirnya, bukan kesulitan yang membuat kita takut. Tapi ketakutanlah yang sering membuat segalanya terlihat sulit.
