Bandung, zonajabar.com – Badan Pusat Statistik (BPS) dan sejumlah survei lembaga keuangan mencatat, kenaikan biaya pendidikan di Indonesia berkisar antara 10% hingga 15% per tahun. Jika saat ini biaya masuk universitas ternama mencapai Rp100 juta, maka dalam 10 tahun bisa mencapai lebih dari dua kali lipat.
Karenanya perencanaan keuangan yang matang sangat penting, terutama dalam hal investasi untuk dana pendidikan anak. Terdapat tiga instrumen investasi populer di pasar modal, yaitu saham, obligasi, dan reksa dana.
Perencanaan dana pendidikan bukan hanya soal menabung, tapi soal bagaimana mengelola dan mengembangkan dana agar mampu mengejar inflasi pendidikan. Jika hanya mengandalkan tabungan konvensional, dana yang terkumpul bisa kalah jauh dibanding kenaikan biaya pendidikan.
Kepala Kantor Perwakilan BEI (Bursa Efek Indonesia) Jawa Barat Achmad Dirgantara mengatakan, manfaat perencanaan dana pendidikan sejak dini akan memberikan rasa tenang karena memiliki strategi keuangan jangka panjang.
“Hal tersebut juga akan menghindari hutang besar saat anak memasuki jenjang pendidikan tinggi. Oleh karenanya, perencanaan dana pendidikan dapat memberikan kebebasan pilihan yang terbaik bagi anak untuk menentukan masa depan pendidikannya,” katanya, Jumat (23/5/2025).
Menurut Ahmad, sebelum memilih instrumen yang tepat, mari kenali terlebih dahulu karakteristik masing-masing. Pertama adalah saham, yang merupakan bukti kepemilikan atas suatu Perusahaan di mana potensi keuntungan saham sangat tinggi dalam jangka panjang, namun risikonya juga tinggi.
“Kelebihannya, potensi imbal hasil (return) yang tinggi. Saham juga cocok untuk investasi jangka panjang (lebih dari 5 tahun). Sementara kekurangan dari saham, yaitu sifatnya yang memiliki volatilitas tinggi dan membutuhkan pengetahuan serta waktu untuk melakukan Analisa,” ucapnya.
Kedua Obligasi, Obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan. Investor akan mendapatkan bunga (kupon) secara berkala dan pokok pinjaman dikembalikan di akhir periode.
“Kelebihannya, relatif aman, apalagi jika obligasi pemerintah. Selain itu, ada penghasilan tetap dari kupon. Kekurangannya, potensi keuntungan lebih rendah dari saham. Nilai pasar bisa turun jika suku bunga naik,” ujarnya.
Ketiga, reksa dana. Reksa dana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat yang dikelola oleh manajer investasi ke berbagai instrumen seperti saham, obligasi, dan pasar uang. Kelebihannya, reksa dana dikelola oleh profesional. Reksa dana juga tersedia dalam berbagai jenis (reksa dana saham, campuran, pendapatan tetap, pasar uang). Selain itu, reksa dana bisa mulai diinvestasikan dengan dana kecil. Kekurangan reksa dana, yaitu terdapat biaya pengelolaan (fee) dan nilai unitnya bisa fluktuatif tergantung jenisnya.
Ahmad menambahkan, menentukan instrumen investasi harus mempertimbangkan beberapa faktor. Pertama, usia anak saat ini dan jangka waktu hingga ia masuk sekolah/kuliah. Kedua, profil risiko orang tua. Ketiga, target dana yang ingin dicapai.
“Kesalahan umum dalam menyusun dana pendidikan adalah menunda investasi sampai anak masuk SD. Lalu hanya menabung di tabungan bank. Tidak mengevaluasi portofolio secara berkala. Dan keliru menganggap asuransi pendidikan cukup (padahal asuransi hanya proteksi, bukan investasi),” katanya.
Setiap keluarga perlu terus meningkatkan literasi keuangan, terutama tentang investasi dan manajemen risiko. Perencanaan dana pendidikan anak bukan sekadar wacana, tapi tindakan nyata yang dapat dimulai hari ini.
“Saham, obligasi, dan reksa dana bukan sekadar istilah, namun sebagai alat untuk mencapai masa depan anak yang lebih baik. Evaluasi berkala juga perlu dilakukan oleh orang tua. Semua ini dilakukan karena anak-anak kita berhak mendapatkan masa depan terbaik. Masa depan yang baik tersebut dimulai dari keputusan keuangan orang tua hari ini,” ucap Ahmad.
Source: Humas Jabar